Senin, 14 November 2011

Detail Proses Kelahiran PMII

Seperti telah disebutkan pada artikel sebelumnya bahwa pada puncak konferensi besar IPNU pada tanggal 14 - 17 Maret 1960  di Kaliurang Yogyakarta dicetuskan suatu keputusan perlunya didirikan suatu organisasi mahasiswa yang terlepas dari IPNU baik secara struktur organisatoris maupun administratif. Kemudian dibentuklah panitia sponsor pendiri organisasi mahasiswa yang terdiri dari 13 orang dengan tugas melaksanakan musyawarah mahasiswa nahdliyin se-Indonesia, bertempat di Surabaya dengan limit waktu satu bulan setelah keputusan itu.
Adapun ke 13 sponsor pendiri organisasi mahasiswa itu adalah sebagai berikut:
  1. Sahabat Cholid Maward
  2. Sahabat Said Budairy (Jakarta)
  3. Sahabat M. Makmun Syukri BA (Bandung)
  4. Sahabat Hilman (Bandung
  5. Sahabat H. Isma’il Makky (Yogyakarta)
  6. Sahabat Munsif Nahrawi (Yogyakarta)
  7. Sahabat Nuril Huda Suaidy HA (Surakarta)
  8. Sahabat Laily Mansur (Surakarta)
  9. Sahabat Abd. Wahab Jailani (Semarang)
  10. Sahabat Hisbullah Huda (Surabaya)
  11. Sahabat M. Cholid Narbuko (Malang)
  12. Sahabat Ahmad Husain (Makasar)
Seperti diuraikan oleh sahabat Chotbul Umam (mantan Rektor PTIQ Jakarta), sebelum malaksanakan musyawarah mahasiswa nahdliyin, terlebih dahulu 3 dari 13 orang sponsor pendiri itu - terdiri dari :
  1. Sahabat  Hisbullah Huda (Surabaya)
  2. Sahabat  M. Said Budaury (Jakarta)
  3. Sahabat  Makmun Syukri BA (Bandung)
Pada tanggal 19 Maret 1960 mereka berangkat ke Jakarta menghadap ketua Umum partai NU yaitu KH. DR. Idham Khalid untu meminta nasehat sebagai pegangan pokok dalam musyawarah  yang akan dilaksanakan. Dan pada tanggal 24 Maret 1960 mereka diterima oleh ketua partai NU, dalam pertemuan tersebut selain memberikan nasehat sebagai landasan pokok untuk musyawarah, beliau juga menekankan hendaknya oraganisasi yang akan dibentuk itu benar-benar dapat diandalkan sebagai kader partai NU, dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk diamalkan bagi kepentingan rakyat, bukan ilmu untuk ilmu. Yang lebih penting lagi yaitu menjadi manusia yang cakap serta bertaqwa kepada Allah SWT. Setelah beliau menyatakan “merestui musyawarah mahasiswa nahdliyin yang akan diadakan di Surabayaitu”  ).

Pesan yang disampaikan oleh ketua partai NU tersebut, terasa sekali suasana kepercayaan NU pada organisasi mahasiswa yang akan dibentuk ini. Bagaimana dengan organisasi yang lain ?, keadaan yang demikian ini nampaknya dapat kita maklumi.

Keadaan waktu itu (1960-an) memang sangat kondusif bagi organisasi mahasiswa untuk bersikap politis bahkan partai minded. Meningkatnya jumlah ormas-ormas mahasiswa disertai oleh meningkatnya peran mereka secara kualitas dan terbukanya kesempatan untuk mobilitas sosial  dibidang politik  ). Hal ini senada yang disampaikan oleh Rocamora (dikutip oleh Burhan D. Magenda dalam Prisma nomor 12 Desember 1977) tentang keterkaitan/hubungan antara organisasi mahasiswa dan partai politik. Rocamora menunjukkan bagaimana pimpinan organisasi mahasiswa berafiliasi dengan partai politik waktu itu. Proses regenerasi ini berjalan secara damai dan sesuai dengan prinsip-prinsip organisasi. Gejala seperti itu juga terlihat hampir pada semua organisasi mahasiswa, termasuk di dalamnya PMII yang baru dibentuk  ).

Kalau PMII juga aktif dibidang politik, seperti ang disampaikan oleh Abd, Rohim Hasan di depan forum Kongres PMII ke IV di Makasar pada tahun 1970 “mengapa PMII mesti berpolitik ? bukankah itu akan mengganggu tugas utamanya, belajar dan belajar ?, bukankah persoalan poltik itu nanti setelah lulus dan terjun ditengah masyarakat ?, Ruang kuliah adalah preparasi untuk pekerjaan politik. Gerakan-gerakan kita adalah sekaligus gerakan belajar dan gerakan politik).
Lebih lanjut ia mengatakan “Mengapa PMII mesti berpolitik baik secara praktis maupun konsepsional, belajar dan berpolitik bukanlah suatu hal yang tabu, tetapi justru prinsip berpolitik itu adalah bersamaan dengan keberadaan PMII itu sendiri. Hal ini ditegaskan dalam dokumen historis PMII - Gelora Megamendung - Pokok-pokok pikiran training course II PMII pada tanggal 17 - 27 April 1965 di Megamendung Bogor Jawa Barat - yang menolak dengan tegas prisnsip ilmu untuk ilmu. PMII dengan tegas menetapkan bahwa ilmu harus diamalkan, dalam arti untuk kepentingan agama, bangsa dan negara. Bagi PMII organisasi tak lebih sebagai alat perjuangan, sedang berpolitik tak lain untuk mengamalkan ilmu pengetahuan dalam perjuangan mengabdikan diri pada agama, bangsa dan negara. Tugas setiap warga PMIIadalah memadukan ketinggian ilmu dan kesadaran berpolitik. Berpolitik bagi PMII (waktu itu) dan terjun dalam kegiatan partai dalam bentuk apapun).

Awal mula berdirinya PMII nampaknya lebih dimaksudkan sebagai alat untuk memperkuat partai NU. Hal ini terlihat jelas dalam aktivitas PMII antara tahun 1960 - 1972 (sebelum PMII menyatakan diri independen) sebagian besar program-programnya berorientasi politis. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi :

Pertama, adanya anggapan bahwa PMII dilahirkan untuk pertama kali sebagai kader muda partai NU, sehingga gerakan dan aktivitasnya selalu diorientasikan untuk menunjang gerak dan langkah partai NU.

Kedua, suasana kehidupan berbangsa dan bernegara pada waktu itu sangat kondusif untuk gerakan-gerakan politk, sehingga politik sebagai panglima betul-betul menjadi policy pemerintah orde lama. Dan PMII sebagai bagian dari komponen bangsa mau tidak mau harus berperan aktif dalam konstalasi politik seperti itu  ).
     
Lebih jauh Sahabat H. Mahbub Junaidi mengatakan (sambutan pada acara pancawarsa hari lahir PMII) “Mereka bilang mahasiswa yang baik adalah mahasiswa non partai, bahkan non politis, yang berdiri diatas semua golongan, tidak kesana, tidak kesini, seperti seorang mandor yang tidak berpihak. Sebaliknya kita beranggapan, justru mahasiswa itulah yang harus berpartisipasi secara konkrit dengan kegiatan-kegiatan partai politik).
Sumber: Fauzan Alfas's Script

0 komentar: