Selasa, 29 November 2011

JENIS LAYANAN DAN KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING SERTA SEBAGAI PROFESI


BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG

Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995)
 
Bimbingan dan konseling merupakan  upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang penting untuk mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan, membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah dan memperbaiki perilaku.
Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks  adegan mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan layanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. (Naskah Akademik ABKIN, Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, 2007).
Merujuk pada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan untuk guru pembimbing dimantapkan menjadi ’Konselor.” Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur  (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6). Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik satu dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting layanan spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan.
Dasar pertimbangan atau pemikiran tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum, undang-undang atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
Dalam konteks tersebut, hasil studi lapangan (2007) menunjukkan bahwa layanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah sangat dibutuhkan, karena banyaknya masalah peserta didik di Sekolah/Madrasah, besarnya kebutuhan peserta didik akan pengarahan diri dalam memilih dan mengambil keputusan, perlunya aturan yang memayungi layanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, serta perbaikan tata kerja baik dalam aspek ketenagaan maupun manajemen.

Layanan bimbingan dan konseling diharapkan membantu peserta didik dalam pengenalan diri, pengenalan lingkungan dan pengambilan keputusan, serta memberikan arahan terhadap perkembangan peserta didik; tidak hanya untuk peserta didik yang bermasalah tetapi untuk seluruh peserta didik. Layanan bimbingan dan konseling tidak terbatas pada peserta didik tertentu  atau yang perlu  ‘dipanggil’  saja”, melainkan untuk seluruh peserta didik.

B.   RUMUSAN MASALAH
a.       Jenis Layanan dan Kegiatan Bimbingan  dan Konseling
b.      Bimbingan  dan Konseling Sebagai Profesi














BAB II
PEMBAHASAN

A.     JENIS LAYANAN DAN KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Dalam rangka pencapaian tujuan Bimbingan dan Konseling di sekolah, terdapat beberapa jenis layanan yang diberikan kepada siswa, diantaranya:
1.      Layanan Orientasi

 Layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu, sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.

2.      Layanan Informasi
 Layanan yang memungkinan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti : informasi belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat tentang sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.


3.      Layanan Konten

Layanan yang memungkinan peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Layanan pembelajaran berfungsi untuk pengembangan.
4.      Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan Penempatan dan Penyaluran berfungsi untuk pengembangan.
5.      Layanan Konseling Perorangan
Layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya. Layanan Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
6.      Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi untuk pemahaman dan Pengembangan .

7.      Layanan Konseling Kelompok
Layanan yang memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok. Layanan Konseling Kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
8.      Konsultasi
yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.
9.      Mediasi
yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka.
Untuk menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang telah dikemukakan di atas, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung, mencakup :
1.        Instrumentasi Data;

Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik, tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan lainnya, yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes, dengan tujuan untuk memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya dan memahami karakteristik lingkungan.

  1. Himpunan Data;
Merupakan kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup.
  1. Konferensi Kasus;
Merupakan kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien. Pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan memiliki pengaruh kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan klien.
  1. Kunjungan Rumah;
Merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga untuk mengentaskan permasalahan klien.
  1. Alih Tangan Kasus;
Merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten.





B.     BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI PROFESI

a.      Pengertian dan Ciri-Ciri Profesi
Belum ada kata sepakat mengenai pengertian profesi karena tidak ada standar pekerjaan/tugas yang bagaimanakah yang bisa dikatakan sebagai profesi. Yang jelas profesi selalu menyangkut pekerjaan. Ada yang mengatakan bahwa profesi adalah “jabatan seseorang walau profesi tersebut tidak bersifat komersial”. Secara tradisional ada 4 profesi yang sudah dikenal yaitu kedokteran, hukum, pendidikan, dan kependetaan. Untuk mencegah kesimpang siuran arti profesi dan hal-hal yang berkaitan dengan itu, berikut dikemukakan beberapa istilah yang berkaitan dan kiri-ciri profesi.

1.      Beberapa Istilah Tantang Profesi

a.       Profesi adalah jabatan yang menuntut keahlian seseorang walau profesi tersebut tidak bersifat komersial
b.      Profesional mengacu pada dua hal yaitu, pertama orang yang menyandang suatu profesi. Kedua, penanpilan seorang dalam melakukan pekerjaan sesuai profesinya.
c.       Profesionalisme adalah suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian kwalitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”. Profesionalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber penghidupan.
d.      Profesionalitas merupakan kemampuan sikap seorang anggota profesi untuk bertindak secara professional.
e.       Profesionalisasi meruju kepada suatu proses pengembangan keprofesionalan para anggota suatu profesi.



2. Ciri-ciri Profesi
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
a.       Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
b.      Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
c.       Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
d.      Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, di mana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
e.       Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

Menurut Artikel dalam International Encyclopedia of education, ada 10 ciri khas suatu profesi, yaitu:
a.       Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas.
b.      Suatu teknik intelektual.
c.       Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis .
d.      Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi .
e.        Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan.
f.        Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri.
g.       Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya.
h.       Pengakuan sebagai profesi.
i.         Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi.
j.        Hubungan yang erat dengan profesi lain.

Menurut Robert W. Richey sebagaimana dikutip oleh Suharsimi Arikunto, memberi batasan ciri-ciri yang terdapat pada profesi.
a.       Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
b.      Seorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
c.       Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
d.      Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.
e.       Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
f.        Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar palayanan, disiplin diri dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.
g.       Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi dan kemandirian, dan kedelapan, memandang profesi sebagai suatu karier hidup (a live career) dan menjadi seorang anggota yang permanen.

Di lain pihak, D. Westby Gibson (1965) dalam Suharsini Arikuto, menjelaskan ada empat ciri yang melekat pada profesi:
a.       Pengakuan oleh masyarakat terhadap layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja dikategorikan sebagai suatu profesi.
b.      sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik.
c.       Diperlukannya persiapan yang sengaja dan sistematik sebelum orang mampu melaksanakan suatu pekerjaan professional.
d.      Dimilikinya organisasi profesional yang disamping melindungi kepentingan anggotanya dari saingan kelompok luar, juga berfungsi tidak saja menjaga, akan tetapi sekaligus selalu berusaha meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat, termasuk tindak-tindak etis profesional kepada anggotanya.

3.      Syarat-Syarat Suatu Profesi

a.       Melibatkan kegiatan intelektual.
b.      Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
c.       Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.
d.      Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
e.       Menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
f.        Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
g.       Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
h.       Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

4.      Prinsip-Prinsip Etika Profesi

a.       Tanggung jawab
-         Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
-         Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
b.      Keadilan.

Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.

c.       Otonomi.

Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya.


b.      Pengembangan profesi bimbingan konseling

1.      Standarisasi untuk kerja professional konselor
Sebagai bahan perbandingan berikut yang disajikan untuk kerja konselor yang di tetapkan oleh American School Counselor Association ( ASCA ) dicatatkan hanya gugus – gugusnya saja:

a.       Menyusun progam bimbingan dan konseling.
b.      Menyelenggarakan konseling peorangan.
c.       Memahami diri siswa.
d.      Merencanakan pendidikan dan pengembangan pekerjaan siswa.
e.       Mengalihtangankan siswa.
f.        Menyelenggarakan penempatan siswa.
g.       Memberikan bantuan kepada orang tua.
h.       Mengadakan konsultasi dengan staf.
i.         Mengadakan hubungan dengan masyarakat.

2.      Standarisasi penyiapan Konselor

Tujuannya ialah agar ( calon ) konselor memiliki wawasan dan menguasai serta dapat melaksanakan dengan sebaik – baiknyamateri dan ketrampilan yang terkandung didalam butir – butir rumusan untuk kerja. Konselor Amerika Serikat ( dalam Mortensen & Schmuller, 1976 ) mengemukakan syarat – syarat pribadi yang harus dimiliki oleh konselor sebagai berikut:

(1)   Memiliki bakat skolastik yang memadai untuk mengikuti pendidikan tingkat sarjana atau yang lebih tinggi.
(2)   Memiliki minat dan kemauan yang besar untuk bekerja sama dengan orang lain.
(3)   Memiliki kemampuan untuk bekerja dengan orang – orang dari berbagai latar belakang.
(4)   Memiliki kematangan pribadi dan social, melipupi kepekaan terhadap orang lain, kebijaksanaan, rasa humor, bebas dari kecenderungan – kecenderungan suka menyendiri, mampu mengambil pelajaran dari kesalahan – kesalahan, dan mampu menerima kritik, berpenampilan menyenangkan, sehat, suara menyenangkan, memilki daya tarik, dan bebas dari tingkah laku yang tidak menyenangkan.

c.       Penyiapan dan Syarat-Syarat Profesi Keguruan
a.       Jabatan yang melibatkan Kegiatan intelektual
b.      Jabatan yang menggeluti bidang tubuh ilmu yang khusus
c.       Jabatan yang memerlukan persiapan latihan yang lama
d.      Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang sinambung
e.       Jabatan yang menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen
f.        Jabatan yang menentukan bakunya sendiri
g.       Jabatan yang mementingkan layanan diatas kepentingan pribadi
h.       Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin rapat

d.      Kode Etik Professional Keguruan

1.      Pengertian Kode Etik
Kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis. Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja.

MENURUT UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN)

Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah SUMPAH HIPOKRATES yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter.

2.      Tujuan Kode Etik
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri.
Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.

Jadi secara garis besarnya TUJUAN KODE ETIK PROFESI :
1.      Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2.      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3.      Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4.      Untuk meningkatkan mutu profesi.
5.      Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6.      Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7.      Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8.      Menentukan baku standarnya sendiri.

Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct) profesi adalah:
1.      Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
2.      Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan
3.      Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu
4.      Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya
5.      Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
6.      Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya.





BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bimbingan dan konseling pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa, pencegahan terhadap timbulnya masalah yang akan menghambat perkembangannya, dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya, baik sekarang maupun masa yang akan dating. Sehubungan dengan target populasi layanan bimbingan dan konseling, layanan ini tidak terbatas pada individu yang bermasalah saja, tetapi meliputi seluruh siswa. (Nurihsan, 2006: 42)
Sejalan dengan visi tersebut, maka misi bimbingan dan konseling harus membantu memudahkan siswa mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya seoptimal mungkin, sehingga terwujud siswa yang tangguh menghadapi masa kini dan masa mendatang.
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dari keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah, yaitu kepala sekolah, guru, konselor, dan pengawas. Kegiatan bimbingan dan konseling mencakup banyak spek dan saling kait mengkait, sehingga tidak memungkinkan jika layanan bimbingan dan konseling hanya menjadi tanggung jawab konselor saja. (Soetjipto, 2004: 99


B.KRITIK DAN SARAN


Demikianlah isi makalah ini. kami sangat menyadari bahwa dalam penulisan maupun penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah selanjutnya. Dan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini kami ucapkan terima kasih.






DAFTAR PUSTAKA
Dharmawan, A. 2004. Kepribadian siswa. Bandung: Binacipta.
Suwarsono, Alvin Y.S.O. 2005. Bimbingan konseling dalam pembentukan kepribadan siswa. Jakarta: LP3ES.