Kamis, 24 November 2011

makalah filsafat umum ( filsafat modern/ analitik & strukturalisme)

PENDAHULUAN






  1. LATAR BELAKANG MASALAH


                        Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.

                        Termasuk jenis Filsafat yang akan dibahas dalam makalh ini, yaitu filsafat analitik dan strukturalisme, ataupun dapat juga disebut filsafat modern. Banyak para ahli yang mendifinisikan maksud dan tujuan filsafat ini, salah satunya Bertrand Russell, dan masih banyak juga filosof yang lain. Namun untuk lebih jelasnya akan kita bahas dalam pembahasan makalh ini.

  1. RUMUSAN MASALAH
                   
                  Adapun dalam makalah ini hanya membahas beberapa hal yang berhubungan  tentang filsafat analitik dan strukturalisme, dan pendapat para ahli filsafat tentang pengertian ataupun maksud dan tujuan dari filsafat tersebut.































PEMBAHASAN

A.    FILSAFAT ANALITIK
                 
                  Salah satu perkembangan terbaru dalam ilmu filsafat disebut “Filsafat Analitik”. Filsafat analitik bukan suatu filafat sistematik sebagaimana idealism, realism, atau pragmatism. Sungguh, kebanyakan ahli filsafat analitik bekerja dengan hati-hati untuk menanggalkan identitas sebagai filsafat sistematis, mereka berpendapat bahwa pendekatan sistem dalam filsafat  lebih banyak membawa masalah daripada memberikan solusi kepada masalah-masalah manusia (Knight:1982) . Sebagain besar ahli filsafat analitik mencari cara untuk memperjelas bahasa, konsep-konsep, dan metode-metode yang digunakan secara lebih tepat untuk aktifitas kehidupan ,

            Aturan yang sesungguhnya dari filsafat adalah ”klarifikasi yang kritis”. Oleh karena itu, filsafat analitik berpaling dari peran-peran filsafat yang bersifat spekulatif, preskriptif, dan sintesa. Filsafat analitik menolak untuk mengembangkan teori-teori filsafat.
                  Filsafat analitik mungkin lebih baik dilihat sebagai suatu pemberontakan terhadap tujuan dan metode filsafat tradisional. Filsafat analitik bukan sebagai suatu bentuk aliran filsafat, tetapi lebih pada suatu pendekatan dalam berfilsafat. Gerakan analitik dalam filsafat bukanlah suatu filsafat sistematik seperti idealisme dan pragmatisme . Filsafat tersebut tidak tertarik dalam pembuatan pernyataan-pernyataan metafisik, epistemologi, atau pernyataan aksiologi. Sebaliknya para filosof analitik berkeyakinan bahwa pernyataan-pernyataan tersebut hanya menambah kebingungan umat manusia.
            . Problem-problem masa lalu sebagaimana diklaim oleh para analis, bukanlah problem yang sesungguhnya tentang realitas akhir (ultimate reality), kebenaran, serta nilai; tetapi problem yang berkenaan dengan kebingungan dalam bahasa dan makna. Ketidaktepatan dalam menggunakan bahasa dan makna yang tidak jelas terletak pada pusat kebingungan filsafat. Banyak problem filsafat yang disebabkan oleh penggunaan bahasa yang ”miskin/ tidak teratur”.

Model filsafat analitik terdiri dari dua golongan besar yaitu :
1. ANALITIK LINGUISTIK
Model  analitik linguistik mengandung  arti bahwa filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah. Para filosof memakai metode analitik  linguistik untuk  menjelaskan arti sebuah istilah dan pemakaian bahasa. Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisis tentang arti bahasa merupakan tugas pokok filsafat dan tugas analisis konsep sebagai satu-satunya fungsi filsafat. Para filsuf analitik seperti G.E.Moore, Bertrand Russell, G.Ryle, dan yang lainnya berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah menyingkirkan kekaburan-kekaburan dengan cara menjelaskan arti istilah atau ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan laboratorium para filsuf, yaitu tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide .
                  Di antara filosof-filosof analitik akan muncul perbedaan-perbedaan, tetapi mereka masih memiliki tujuan yang sama, yaitu pemakaian bahasa yang jelas dan jernih.

                  Para filosof analitik lebih banyak memperhatikan terhadap penggunaan bahasa yang tepat sehingga mereka dapat mencapai tujuan pernyataan-pernyataan yang penuh makna tentang realitas dan kebenaran. Filosof analitik secara berbeda melihat penggunaan bahasa yang tepat sebagai tujuan itu sendiri. Filsafat analitik tidak membuat dalil-dalil, tetapi lebih tertarik pada mengklarifikasi arti yang tepat tentang dalil-dalil yang ditulis oleh orang lain. 







2. ANALITIK POSITIVISTIK LOGIS
                  Positivisme merupakan salah satu akar utama dari filsafat modern selain analisis linguistik. Para postivitis Perancis abad ke-19, di bawah kepemimpinan Auguste Comte, berpegang bahwa pengetahuan (knowledge) harus didasarkan pada persepsi rasa (sense perception) dan investigasi ilmu pengetahuan (science) yang objektif, oleh karena itu,positivisme telah membatasi pengetahuan kepada statements  fakta yang dapat diobservasi dan hal-hal yang berkaitan dengannya, dan menolak pandangan dunia yang bersifat metafisik atau pandangan dunia yang berisi unsur-unsur yang tidak dapat diverifikasi secara empiris.  Sikap negatif terhadap setiap realitas di luar rasa (sense) manusia telah mempengaruhi banyak bidang-bidang pemikiran modern, termasuk pragmatisme, behaviorisme, naturalisme saintifik, dan gerakan analitik tersebut.

           
          Pada dasarnya logical positivisme berfikir bahwa tidak ada dalil yang dapat diterima dengan penuh arti kecuali jika dapat diverifikasi dengan alasan-alasan formal  (yaitu : logika dan matematika) atau diverifikasi pada tataran empiris, atau data yang nyata.
           Model analitik positivistik logis dikenal dengan neo positivism dikembangkan oleh Bertrand Russell yang berakar pada dan meneruskan filsafat positivisme dari Comte yang merupakan peletak dasar pendekatan kuantitatif dalam pengembangan ilmu (science), dengan meletakkan matematika sebagai dasar bagi semua cabang ilmu.
                     
3. TOKOH-TOKOH DAN PANDANGANNYA
George Edward Moore (1873-1958)
Suatu ketahanan dari ”akal sehat (common sense)” adalah salah satu ide terbesar  Moore. Pada dasarnya, Moore tertarik pada sesuatu yang kita sebut ”ordinary life”. Moore percaya bahwa sebagian besar akal sehat (common sense) adalah sesuatu yang benar dan bahwa kita tahu apa yang kita bicarakan tentang kebiasaan, bahasa, dan  akal sehat. Kebanyakan ahli filsafat, selain Moore, telah membuat suatu cara keluar dari perdebatan tentang akal sehat. Bagaimanapun, dalam dua hal yaitu bahasa yang biasa dan dalam filsafat, ada beberapa pernyataan yang keduanya dapat dibuktikan, dan Moore memandang seperti yang dia kerjakan bahwa penemuan kebenaran atau kepalsuan dari dalil-dalil termasuk bukan terletak dalam bahasa yang biasa dan filsafat, tetapi ada pada analisis makna dari dalil-dalil. Dengan analisis tersebut, Moore berfikir cara yang dapat memperjelas terhadap pemahaman yang lebih baik terhadap arti kebenaran dan kebenaran dari apa yang kita katakan dan kita tulis.
Bertrand Russell (1872-1970)
                  Kalau Moore dihormati dengan filsafat analitiknya yang mencoba menganalisis maksud-maksud dari kata-kata biasa dan akal sehat, Russell mengembangkan sebuah analisis logika formal yang akrab disebut ilmu pasti dan keharusan sebuah perbendaharaan kata yang tepat. Dalam bukunya Principia Mathematica  yang ditulis oleh Russell dan Alferd, matematika dapat menyederhanakan untuk suatu bahasa logika. Russell memastikan bahwa matematika memberi kita suatu kejelasan dan logika yang tidak dapat ditemui dalam penggunaan bahasa pada umumnya, kita perlu untuk mencoba membuat hal tersebut lebih tepat dan jelas. Aristoteles menyebut konsep ini dengan nama metode silogisme ( argumen deduktif) .








Ludwig Wittgenstein (1889-1951)
Dalam bukunya Tractatus Logico-Philosophicus, Ludwig berargumentasi bahwa ilmu-ilmu alam adalah sumber utama dari kebenaran dalil dan maksud utama dari ditemukannya fakta-fakta baru. Ilmu Filsafat tidak seharusnya melihat penemuan kebenaran , akan tetapi lebih merupakan kegiatan untuk memecahkan dilema-dilema, memperjelas masalah-masalah, dan memperjelas pemikiran-pemikiran yang berasal dari sumber-sumber yang lain. Para ahli filsafat tidak seharusnya terfokus pada diri mereka sendiri dengan kebenaran dari data yang ada, tetapi harus selalu dihubungkan dengan “bahasa” dan pernyataan-pernyataan sekitar data tersebut. Kesimpulannya kita perlu menetapkan apa yang dapat dan tidak dapat dikatakan, itulah yang disebut “limits of language”  
Tujuan filsafat analitik secara ringkas digambarkan oleh Wittgenstein sebagai berikut : Filsafat bertujuan pada klarifikasi filsafat yang bersifat logis- Filsafat bukanlah sebuah tubuh dokrin tetapi sebuah aktivitas- sebuah karya filsafat secara essensial terdiri dari uraian – Filsafat tidak menghasilkan dalil-dalil filsafat (philosophical prepositions) tetapi lebih kepada klarifikasi dalil-dalil tersebut – Tugas filsafat adalah adalah  membuat jelas dan memberikan batas-batas yang jelas terhadap sesuatu

  1. FILSAFAT STRUKTURALISME

            Secara garis besar ada dua pengertian pokok yang sangat erat kaitannya dengan strukturalisme sebagai aliran filsafat.
a. Strukturalisme adalah metode atau metodologi yang digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu kemanusiaan dengan bertitik tolak dari prinsip-prinsip linguistik yang dirintis oleh Ferdinandde Saussure.


b. Strukturalisme merupakan aliran filsafat yang hendak memahami masalah yang muncul dalam sejarah filsafat. Di sini metodologi struktural dipakai untuk membahas tentang manusia, sejarah, kebudayan dan alam, yaitu dengan membuka secara sistematik struktur-struktur kekerabatan dan struktur-struktur yang lebih luas dalam kesusasteraan dan dalam pola-pola psikologik tak sadar yang menggerakkan tindakan manusia.

Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual obyek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut melalui pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan struktur inti dari suatu obyek (hirarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur pada setiap tingkat) (Bagus, 1996: 1040)
Gagasan-gagasan strukturalisme juga mempunyai metodologi tertentu dalam memajukan studi interdisipliner tentang gejala-gejala budaya, dan dalam mendekatkan ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu-ilmu alam. Akan tetapi introduksi metode struktural dalam bermacam bidang pengetahuan menimbulkan upaya yang sia-sia untuk mengangkat strukturalisme pada status sistem filosofis. (Bagus, 1996: 1040) 





1.      TOKOH-TOKOH DAN PANDANGANNYA
Ferdinand de Saussure
                  Walaupun bukan orang pertama yang mengungkapkan strukturalisme. Banyak hal yang menunjukkan Ferdinand de Saussure adalah bapak strukturalisme. Selain ia sebagai bapak strukturalisme ia juga sebagai bapak linguistik yang ditunjukkan dengan mengadakan perubahan besar-besaran di bidang lingustik. Ia yang pertama kali merumuskan secara sistematis cara menganalisa bahasa, yang juga dapat dipergunakan untuk menganalisa sistem tanda atau simbol dalam kehidupan masyarakat, dengan menggunakan analisis struktural. Ia mengatakan bahwa linguistik adalah ilmu yang mandiri, karena bahan penelitiannya, yaitu bahasa, juga bersifat otonom. Bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap. Menurutnya ada kemiskinan dalam sistem tanda lainnya, sehingga untuk masuk ke dalam analisis semiotik, sering digunakan pola ilmu bahasa. De Saussure mengatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda yang mengungkapkan gagasan, dengan demikian dapat dibandingkan dengan tulisan, abjad orang-orang bisu tulis, upacara simbolik, bentuk sopan santun, tanda-tanda kemiliteran dan lain sebagainya
Gagasan yang paling mendasar dari de Saussure adalah sebagai berikut:
  1. Diakronis dan sinkronis: penelitian suatu bidang ilmu tidak hanya dapat dilakukan secara diakronis (menurut perkembangannya) melainkan juga secara sinkronis (penelitian dilakukan terhadap unsur-unsur struktur yang sezaman)
  2. Langue dan parole: langue adalah penelitian bahasa yang mengandung kaidah-kaidah, telah menjadi milik masyarakat, dan telah menjadi konvensi. Sementara parole adalah penelitian terhadap ujaran yang dihasilkan secara individual.
  3. Sintagmatik dan Paradikmatik (asosiatif): sintagmatik adalah hubungan antara unsur yang berurutan (struktur) dan paradikmatik adalah hubungan antara unsur yang hadir dan yang tidak hadir, dan dapat saling menggantikan, bersifat asosiatif (sistem).
  4. Penanda dan Petanda: Saussure menampilkan tiga istilah dalam teoi ini, yaitu tanda bahasa (sign), penanda (signifier) dan petanda (signified). Menurutnya setiap tanda bahasa mempunyai dua sisi yang tidak terpisahkan yaitu penanda (imaji bunyi) dan petanda (konsep). Sebagai contoh kalau kita mendengan kata rumah langsung tergambar dalam pikiran kita konsep rumah. 
Dalam memahami kebudayaan kita tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip dasarnya. de Saussure merumuskan setidaknya ada tiga prinsip dasar yang penting dalam memahami kebudayaan, yaitu:
  1. Tanda (dalam bahasa) terdiri atas yang menandai (signifiant, signifier, penanda) dan yang ditandai (signifié, signified, petanda). Penanda adalah citra bunyi sedangkan petanda adalah gagasan atau konsep. Hal ini menunjukkan bahwa setidaknya konsep bunyi terdiri atas tiga komponen (1) artikulasi kedua bibir, (2) pelepasan udara yang keluar secara mendadak, dan (3) pita suara yang tidak bergetar.
  2. Gagasan penting yang berhubungan dengan tanda menurut Saussure adalah tidak adanya acuan ke realitas obyektif. Tanda tidak mempunyai nomenclature. Untuk memahami makna maka terdapat dua cara, yaitu, pertama, makna tanda ditentukan oleh pertalian antara satu tanda dengan semua tanda lainnya yang digunakan dan cara kedua karena merupakan unsur dari batin manusia, atau terekam sebagai kode dalam ingatan manusia, menentukan bagaimana unsur-unsur realitas obyektif diberikan signifikasi atau kebermaknaan sesuai dengan konsep yang terekam.


Permasalahan yang selalu kembali dalam mengkaji masyarakat dan kebudayaan adalah hubungan antara individu dan masyarakat. Untuk bahasa, menurut Saussure ada langue dan parole (bahasa dan tuturan). Langue adalah pengetahuan dan kemampuan bahasa yang bersifat kolektif, yang dihayati bersama oleh semua warga masyarakat; parole adalah perwujudan langue pada individu. Melalui individu direalisasi tuturan yang mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku secara kolektif, karena kalau tidak, komunikasi tidak akan berlangsung secara lancar. 
Pierre Bourdieu
Bourdieu pada awalnya menghasilkan karya-karya yang memaparkan sejumlah pengaruh teoritis, termasuk fungsionalisme, strukturalisme dan eksistensialisme, terutama pengaruh Jean Paul Sartre dan Louis Althusser.
Kelebihan Bourdieu adalah menghasilkan cara pandang dan metode baru yang mengatasi berbagai pertentangan di antara penjelasan-penjelasan sebelumnya. Pemikirannya bukan hanya menjawab pertanyaan tentang asal usul dan seluk beluk masyarakat tetapi lebih pada menjawab persoalan-persoalan baru yang diturunkan dari pemikiran-pemikiran terdahulu.
Terdapat 3 konsep penting dalam pemikiran Bourdieu yaitu Habitus, Field dan Modal.
1. Habitus adalah “struktur mental atau kognitif” yang digunakan aktor untuk menghadapi kehidupan sosial. Setiap aktor dibekali serangkaian skema atau pola yang diinternalisasikan yang mereka gunakan untuk merasakan, memahami, menyadari, dan menilai dunia sosial. Melalui pola-pola itulah aktor memproduksi tindakan mereka dan juga menilainya. Secara dialektis habitus adalah ”produk internalisasi struktur” dunia sosial. Atau dengan kata lain habitus dilihat sebagai ”struktur sosial yang diinternalisasikan yang diwujudkan”.
Habitus menjadi konsep penting baginya dalam mendamaikan ide tentang struktur dengan ide tentang praktek. Ia berusaha mengkonsepkan kebiasaan dalam berbagai cara, yaitu:
  • Sebagai kecenderungan-kecenderungan empiris untuk bertindak dalam cara-cara yang khusus (gaya hidup)
  • Sebagai motivasi, preferensi, cita rasa atau perasaan (emosi)
  • Sebagai perilaku yang mendarah daging
  • Sebagai suatu pandangan tentang dunia (kosmologi)
  • Sebagai keterampilan dan kemampuan sosial praktis
  • Sebagai aspirasi dan harapan berkaitan dengan perubahan hidup dan jenjang karier. 
Habitus membekali seseorang dengan hasrat. Motivasi, pengetahuan, keterampilan, rutinitas dan strategi untuk memproduksi status yang lebih rendah. Bagi Bourdieu keluarga dan sekolah merupakan lembaga penting dalam membentuk kebiasaan yang berbeda.
2. Field bagi Bourdieu lebih bersifat relasional ketimbang struktural. Field adalah jaringan hubungan antar posisi obyektif di dalamnya. Keberadaan hubungan ini terlepas dari kesadaran dan kemauan individu. Field bukanlah interaksi atau ikatan lingkungan bukanlah intersubyektif antara individu. Penghubi posisi mungkin agen individual atau lembaga, dan penghubi posisi ini dikendalikan oleh struktur lingkungan. Bourdieu melihat field sebagai sebuah arena pertarungan.
Bourdieu menyusun 3 langkah proses untuk menganalisa lingkungan, pertama, menggambarkan keutamaan lingkungan kekuasaan (politik). Langkah kedua, menggambarkan struktur obyektif hubungan antar berbagai posisi di dalam lingkungan tertentu, ketiga, analis harus mencoba menetukan ciri-ciri kebiasaan agen yang menempati berbagai tipe posisi di dalam lingkungan.


Dengan kata lain, Field adalah wilayah kehidupan sosial, seperti seni, industri, hukum, pengobatan, politik dan lain sebagainya, dimana para pelakunya berusaha untuk memperoleh kekuasaan dan status.
  1. Bourdieu menganggap bahwa modal memainkan peranan yang penting, karena modallah yang memungkinkan orang untuk mengendalikan orang untuk mengendalikan nasibnya sendiri maupun nasib orang lain.
  2. Ada 4 modal yang berperan dalam masyarakat yang menentukan kekuasaan sosial dan ketidaksetaraan sosial, pertama modal ekonomis yang menunjukkan sumber ekonomi. Kedua, modal sosial yang berupa hubungan-hubungan sosial yang memungkinkan seseorang bermobilisasi demi kepentingan sendiri. Ketiga, modal simbolik yang berasal dari kehormatan dan prestise seseorang. Dan keempat adalah modal budaya yang memiliki beberapa dimensi, yaitu:
  • Pengetahuan obyektif tentang seni dan budaya
  • Cita rasa budaya (cultural taste) dan preferensi
  • Kualifikasi-kualifikasi formal (seperti gelas-gelar universitas)
  • Kemampuan-kemampuan budayawi dan pengetahuan praktis.
  • Kemampuan untuk dibedakan dan untuk membuat oerbedaan antara yang baik dan buruk. 
Modal kultural ini terbentuk selama bertahun-tahun hingga terbatinkan dalam diri seseorang.Setelah dibahas tentang ketiga konsep diatas maka akan dijelaskan hubungan ketiga konsep tersebut.  
Habitus mendasari field yang merupakan jaringan relasi antar posisi-posisi obyektif dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran individu. Field semacam hubungan yang terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-posisi individu dan kelompok dalam tatanan masyarakatyang terbentuk secara spontan.
Habitus memungkinkan manusia hidup dalam keseharian mereka secara spontan dan melakukan hubungan dengan pihak-pihak diluar dirinya. Dalam proses interaksi dengan pihak luar tersebut terbentuklah Field.
Dalam suatu Field ada pertarungan kekuatan-kekuatan antara individu yang memiliki banyak modal dengan individu yang tidak memiliki modal. Diatas sudah di singgung bahwa modal merupakan sebuah konsentrasi kekuatan, suatu kekuatan spesifik yang beroperasi di dalam field dimana di dalam setiap field menuntut untuk setiap individu untuk memiliki modal gara dapat hidup secara baik dan bertahan di dalamnya.




















PENUTUP


A.       KESIMPULAN.

Model filsafat analitik terdiri dari dua golongan besar yaitu :
1. ANALITIK LINGUISTIK
Model  analitik linguistik mengandung  arti bahwa filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah. Para filosof memakai metode analitik  linguistik untuk  menjelaskan arti sebuah istilah dan pemakaian bahasa.

2. ANALITIK POSITIVISTIK LOGIS
            Positivisme merupakan salah satu akar utama dari filsafat modern selain analisis linguistik. Para postivitis Perancis abad ke-19, di bawah kepemimpinan Auguste Comte, berpegang bahwa pengetahuan (knowledge) harus didasarkan pada persepsi rasa (sense perception) dan investigasi ilmu pengetahuan (science) yang objektif, oleh karena itu,positivisme telah membatasi pengetahuan kepada statements  fakta yang dapat diobservasi dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

Secara garis besar ada dua pengertian pokok yang sangat erat kaitannya dengan strukturalisme sebagai aliran filsafat.

a. Strukturalisme adalah metode atau metodologi yang digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu kemanusiaan dengan bertitik tolak dari prinsip-prinsip linguistik yang dirintis oleh Ferdinandde Saussure.

b. Strukturalisme merupakan aliran filsafat yang hendak memahami masalah yang muncul dalam sejarah filsafat. Di sini metodologi struktural dipakai untuk membahas tentang manusia, sejarah, kebudayan dan alam, yaitu dengan membuka secara sistematik struktur-struktur kekerabatan dan struktur-struktur yang lebih luas dalam kesusasteraan dan dalam pola-pola psikologik tak sadar yang menggerakkan tindakan manusia.

B.                                                KRITIK DAN SARAN

Kami menyadari bahwa dalam penulisan maupun penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

 

0 komentar: